Sahabat, suatu ketika engkau dapati dirimu sedang kehausan, kerongkongan yang kering amat sangat menyiksa diri seolah berada di lautan padang pasir yang tandus. Hampir saja tubuhmu ambruk tak kuasa menahannya. Tanpa disadari, engkau bangkit dan berlari untuk mencari minum ketika air itu menyentuh kerongkongan, apa yang dirasakan ? Nikmat, bukan ? kenapa ? Karena engkau sangat membutuhkan air sebagai pelepas dahaga.
Demikian pula dalam beribadah kepada Allah. Kita akan merasakan nikmat manakala kita membutuhkan Allah. Perasaan membutuhkan inilah yang melahirkan rasa cinta. Cinta terasa nikmat manakala kesetiaannya teruji. Itulah rahasia dibalik ujian yang diberikan_nya. Agar kita berlari mendekat-Nya... Lebih dekat.... dan semakin dekat.... sehingga kita dan Dia tak berjarak.
Untuk mencapai derajat kedekatan hamba pada Tuhannya diperlukan proses. Ibarat mendaki gunung yang terjal , jurang yang cura ataupun tangga yang tinggi di mana puncaknya dalah tjuan untuk naik dari satu tangga ke anak tangga berikutnya, memerlukan energi yang luar biasa. Menuntut seluruh pikiran, segenap jiwa dan ketulusan hati. Itulah keikhlasan, sifat tertinggi seorang hamba untuk memperoleh derajat tertinggi yang bernama takwa.
“ Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu “. (Q.S. Al-Hujurat [49]:13)
Apa sebenarnya pengertian Takwa itu ?
Dalam bahasa yang sederhana, K.H. Toto Tasmara mendeskripsikan takwa sebagai menjalankan amanah (kehidupan) yang dipercayakan Allah dengan rasa cinta sehingga melahirkan rasa tanggung jawab (Responsibility) untuk tidak menodai kesucian cinta-Nya. Oleh karena itu, terwujudlah rasa ihsan dan islah.
Seorang yang bertakwa pada Allah tidak akan merasa berat dan terbebani ketika disuruh memikul tanggung jawab atau dihadapkan pada suatu ujian. Semua itu diterimanya dengan rasa cinta dan keikhlasan hati. Perputaran roda waktu yang dilakukannya hanyalah mengelilingi kerinduan Allah, senantiasa senang jika tiba-tiba dipanggil pulang. Ia selalu mengoreksi dirinya untuk memperbaiki segala sesuatu yang tidak disukai Rabb-Nya.
Sahabatku, sesungguhnya kecintaan seorang mukmin pada Tuhannya tergambar jelas manakala ia menghadapi ujian Allah. Sesorang yang mencintai Allah akan seantiasa percaya bahwa di balik cobaan itu ada rahasia hikmah yang hendak diberikan-Nya. Itulah keindahan seorang mukmin sejati yang hanya bisa diberikan pada seorang mukmin yang mempunyai cinta sejati.
Allah SWT>, berfirman, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. Yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”. (Q.S. Al-Baqarah[2] :45-46)
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar, maka bersabarlah dengan kesabaran yang baik. Bagaimana sabar yang baik itu, dan apa makna sabar sesungguhnya ?
Sabar adalah sikap tenang seseorang dalam menghadapi permasalahan, dan ia dapat menahan dirinya, tabah menghadapinya, tetap istiqamah dalam beribadah kepada Rabb-Nya, mengoreksi dengan teliti apa yang menjadi penyebab terjadinya masalah untuk bisa menanggulanginya dengan usaha semaksimal mungkin. Kemudian, hasil segala upaya dan ikhtiarnya itu diserahkan kepada Allah.
Tenang. Seorang mukmin sejati tenang menghadapi suatu permasalahan. Ia menyadari bahwa dirinya dan apa yang dimilikinya hakikatnya adalah kepunyaan Allah, dan akan dikembalikan lagi kepada Allah. Ingat ! ketenangan dan ketentraman yang diperoleh mukmin sejati adalah buah dari shalat yang dilakukannya. Ia selalu ingat pada Rasulullah SAW., sang panutan teladan, beliau selalu shalat ketika menghadapi persoalan yang rumit.
Menahan diri. Seorang mukmin sejati mampu menguasai dirinya dari melakukan perbuatan yang cenderung merusak diri sendiri maupun merugikan orang lain. Hal ini disebabkan ia tidak pernah lupa pada Allah yang senantiasa menjaga dan mengawasinya. Seorang mukmin sejati akan merasakan keberadaan Allah senantiasa bersamanya. “Huwal ma’akum ainama kuntum.” “Dia beserta kamu dimana saja kamu berada.” (Q.S. Al-Hadid [57]:4)
Tabah Menghadapinya. Seorang mukmin sejati senantiasa tabah menghadapi musibah yang menimpanya, karena ia meyakini bahwa semua yang terjadi atas kehendak Allah.
Tetap Tekun Beribadah. Seorang mukmin sejati yang mencintai Allah, bukan menjadikan ujian sebagai jembatan (pembatas) antara dirinya dan Tuhannya, malahan dia bertambah dekat, dimana dia lebih akrab untuk mengadakan segala permasalahan dan bebannya kepada Allah. Sesungguhnya kesedihan menjadikan ia lebih khusyuk dan doanya lebih didengar. “Wadzkuris marabbika watabattal ilaihi tabtila.” “sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.” (Q.S. Al-Muzzammil [73]:8)
Mengintrospeksi diri. Tidak ada sesuatu tanpa ada sebab, biasanya musibah terjadi karena kekhilafan kita sendiri, baik disengaja maupun tidak, ia telah menodai kesetiaan kita pada-Nya. Oleh karena itulah ujian ini diberikan Allah untuk menyadarkan kita akan kesalahan yang dilakukan dan untuk mencuci dosa kita. Agar kita kembali bersih seperti edia kala. “wama asha baka min sayyiatin famin nafsih.” “ Dan apa saja bencana yang menimpamu, itu dari kesalahan dirimu sendiri.” (Q.S. An-Nisa [4]:79)
Namun sekali lagi, sesungguhnya Allah maha pengampun akan dosa kita. Mohonlah ampun pada-Nya dengan tobatan nasuha. Berikut doa indah yang diajarkan Rasulullah saw., kepada ‘Aisyah, istrinya. “Ya Allah... sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, suka memberi ampunan, ampunilah segala dosa-dosaku.”
Menyelesaikan masalahnya. Oleh karena menyadari kesalahannya, seorang mukmin sejati berusahaa mendapatkan kecintaan Allah kembali padanya. Bagaimana caranya ? tentu saja dengan memperbaiki diri dan berusaha sedapat mungkin mengatasi dengan baik permasalahan tersebut.
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Q.S. Ae-Rad [13] :11)
Tawakkal. Yaitu menerahkan kepada Allah setelah berusaha dengan sedaya upaya dan berikhtiar sebanyak mungkin.
”barngsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala dari sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati”. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 112)
“sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”(Q.S. Al-Insyirah [94]:6)
Sahabat, mari bersabar dalam menggapai takwa. Sungguh, Dia amat sayang kepada kita. Hampiri Dia, dengan sepenuh cinta.