Sedekil apa Tubuh,
Hingga kau pergi menjauh bahkan hanya berlalu
Setenang apa jiwa
Hingga kau memilih mengakrabkan kegila-gilaan pada sepi yang sunyi
Tanyaku terbawa angin yang bertiup pelan menyapu wajah akan kegusaran tingkahmu yang tak berkawan
Apa yang terjadi ? aku hanya pergi sehari dan kau pun turut pergi..
Saat spongebob bertanya pada patrick apa yang kau lakukan saat aku pergi?
Patrick hanya menjawab “...Menunggumu Kembali..”
Maukah kau kembali? Lagi berkawan denganku
Temanku pergi semua. Atau sembunyi bagai satu sebelumnya.
Untukmu nun di sana,.. yang datang dan pergi tak mau berhenti
Dulu-sekarang tak lagi sama
Kita tak lagi berjalan beriringan. Saat aku berbalik, hanya terlihat pasir kering tempat kaki telanjangku membekaskan jejak
Tak ada lagi corak tapak kaki telanjangmu beriringan bersamaku
..
Pagi ini aku seperti orang yang dengan kesah terlalu banyak
Nampaklah diri berurai air mata, kau yang tak setia
Aku tergeletak, bisu dan kelu .Hanya kenangan girang disusul duka
Wahai, teman sepiku yang akrab..
Aku orang yang tak berkawan
Mereka pergi tak berhenti. Aku seorang tuan yang dalam ekspres mengerikan melintasi waktu
Dalam kesendirian..
Siapakah aku ? Aku adalah kehormatan. Aku adalah akal yang sehat, aku adalah hukum-hukum syariat. Aku adalah kemuliaan. Aku adalah rasa malu. Aku adalah kesucian. Aku adalah kebaikan, dan aku adalah kehidupan yang bahagia...
Tampilkan postingan dengan label puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label puisi. Tampilkan semua postingan
Sabtu, 11 Oktober 2014
Rabu, 29 Januari 2014
Musim Hujan
Malam pekat Bangun di tengah Angin yang berhembus, Menggila
suara tangis bayi dilemparkannya kepada angin
dan bulan yang bersinar terang di balik awan
membungkuk mengusap surai air mata sang malaikat
ombak yang menabrak, bisik-bisik dalam gulita
dan suatu bayang tercurah dibalik daun yang ditaburi embun,
atau.. hujan ?
malam-malam pekat dimusim hujan,
sedih karena gelisah, kebosanan dan penyakit
dimana hanya terbayang memori semu
tiada kenangan, tiada renungan,
tiada kerinduan, tiada harapan
hanya katak ketiduran, lupa akan rumahnya
oh malam- malam pekat yang sedih
atas musim hujan di hari ini
suara tangis bayi dilemparkannya kepada angin
dan bulan yang bersinar terang di balik awan
membungkuk mengusap surai air mata sang malaikat
ombak yang menabrak, bisik-bisik dalam gulita
dan suatu bayang tercurah dibalik daun yang ditaburi embun,
atau.. hujan ?
malam-malam pekat dimusim hujan,
sedih karena gelisah, kebosanan dan penyakit
dimana hanya terbayang memori semu
tiada kenangan, tiada renungan,
tiada kerinduan, tiada harapan
hanya katak ketiduran, lupa akan rumahnya
oh malam- malam pekat yang sedih
atas musim hujan di hari ini
Senin, 09 Desember 2013
Jendela
Membisu di tengah sendu nan kelabu
Aku gundah
Gulana..
Jendela menawarkanku sepucuk bunga
Hahh, bunga? lucu
Jendela itu berlari,
Tiba-tiba tersandung dan terjatuh
Kemudian bangkit lagi
dan kembali berlari..
Apa itu? ia masih saja tersenyum simpul meski dengan luka yang menyayat pilu?
Huhh,, aku bahkan tak mengenalnya,
Ku hampiri ia, kutanyakan,,
Mengapa namamu Jendela?
Senin, 08 April 2013
Selamat pagimu sahabat apa kabar ?
Seperti cinta di letak di atas tulang ?
andai cinta ku letak di atas tulang
masih renyahkah terdengar olehmu
puas ku memandang nyiur di pantai
adakah lambaian itu untukku
agar dapat kuletak cinta ini
di pantaimu
andai cinta ku letak di atas tulang
terkabar apa kemudian
Bolehkah aku mengejar sesuatu yg aku harapkan?
Pengejar Mimpi di Pagi Hari
Pagi ini aku mengejar mimpi
sepanjang dua abad dilampaui
sungguh jarang aku begini
entah setan mana merasuki
Melihat dilihat ular berbisa
tapi tak aku mati
hayati teriakan lebih asyik
berlari kehujanan sekujur raga
Jikalau sudah waktunya
badanku tenggelam dalam lautan
aku segera pulang ke tepian
mencuci mega kelabu tua
...
Jika waktu masih bernyawa
dia pun terlahir di bawah pagi
bersamaku,
... menggulat buaya di rahimnya
Maret 2013
Senin, 18 Maret 2013
Perjalanan Penuh makna paruh baya
Menerjang teriknya mentari diujung pagi
Membimbing kaki ini melangkahkan nurani
Meskipun telapaknya perih kadang tertusuk duri
Namun Nurani tak akan pernah mati
Melayang selendang pencari rizki
Tangannya gemulai mengayun jemari
Diiringi gamelan tua ajak tuk menari
Dengan wanita tua yang setia bernyanyi
Dari jauh..... Berjalan payah paruh baya
Dengan Pakaian coklat lusuh penuh noda
Dengan pasrah sandarkan diri diujung senja
Lalu Beranjak Pelan menuju do’a
Dia lepaskan pakaian lusuhnya dan segera berganti
Dengan Pakaian putih bersih nan suci
Walaupun bukan nampak oleh mata
Namun selalu nampak suci dalam jiwa
Dengan senang gembira dia menuju surau
Wajahnya tenang laksana tanpa beban
Dengan senyum sumringah haturkan salam
Seorang paruh baya hamba Tuhan
Membimbing kaki ini melangkahkan nurani
Meskipun telapaknya perih kadang tertusuk duri
Namun Nurani tak akan pernah mati
Melayang selendang pencari rizki
Tangannya gemulai mengayun jemari
Diiringi gamelan tua ajak tuk menari
Dengan wanita tua yang setia bernyanyi
Dari jauh..... Berjalan payah paruh baya
Dengan Pakaian coklat lusuh penuh noda
Dengan pasrah sandarkan diri diujung senja
Lalu Beranjak Pelan menuju do’a
Dia lepaskan pakaian lusuhnya dan segera berganti
Dengan Pakaian putih bersih nan suci
Walaupun bukan nampak oleh mata
Namun selalu nampak suci dalam jiwa
Dengan senang gembira dia menuju surau
Wajahnya tenang laksana tanpa beban
Dengan senyum sumringah haturkan salam
Seorang paruh baya hamba Tuhan
Menatap diri disenja hari
Lembayung yang menebar diufuk Barat sana
pertanda sebentar lagi sang surya pamit diri
lukisan indah kau sisakan
pamit dalam keikhlasan
Kupejamkan mata sesaat
serasa layar lebar terbentang
adegan bak sebuah film terlihat
episode tayangan ulang
Pemeran muda dan gagah pada usianya
bawaan penuh angkara murka
suara lantang siap menantang
mendaulat diri sebagai pemenang
Banting bangku gebrak meja
bawaan perilaku seorang jawara
siapa kawan dan siapa lawan
kusumat mengaburkan pandangan
Cepat mata kubuka
tak kuat menonton lama lama
karena sang pemeran itu
diriku berwindu lalu
Kini raga reot kulit layu
menopang langkahpun tak kuat lagi
yang tertinggal hanya sesal dan malu
dalam rongsokan ini
apa yang dapat dibanggakan lagi?
Mentari yang mau terbenam
bawalah aku ikut serta
arungi malam kelam
berikut segala aib dosa
............
seandainya
aku bisa
kembali muda
tak kan kusentuh
segala
aib dan dosa itu..................
pertanda sebentar lagi sang surya pamit diri
lukisan indah kau sisakan
pamit dalam keikhlasan
Kupejamkan mata sesaat
serasa layar lebar terbentang
adegan bak sebuah film terlihat
episode tayangan ulang
Pemeran muda dan gagah pada usianya
bawaan penuh angkara murka
suara lantang siap menantang
mendaulat diri sebagai pemenang
Banting bangku gebrak meja
bawaan perilaku seorang jawara
siapa kawan dan siapa lawan
kusumat mengaburkan pandangan
Cepat mata kubuka
tak kuat menonton lama lama
karena sang pemeran itu
diriku berwindu lalu
Kini raga reot kulit layu
menopang langkahpun tak kuat lagi
yang tertinggal hanya sesal dan malu
dalam rongsokan ini
apa yang dapat dibanggakan lagi?
Mentari yang mau terbenam
bawalah aku ikut serta
arungi malam kelam
berikut segala aib dosa
............
seandainya
aku bisa
kembali muda
tak kan kusentuh
segala
aib dan dosa itu..................
UNTUKMU YANG TAK BERKABAR
Uuntukmu yang tak berkabar...
sedasyat apa luka
hingga kau menyendiri begitu lama
sedamai apa sepi
hingga kesendirian begitu kau nikmati
tanyaku membentur dinding angin..
menghujan berpetir harap
kau dengar dan baca tulusku
..kapan kau kembali
lupakan yang terampas ampuni nyeri hati
melupa kecewa membantai habis dendam
..kapan kau kembali
menguntai kata teriakkan pada dunia
bayangan nyata yang mempuisi di jiwa
tentang cerita juga impian kita
ya, kutulis ini
untukmu yang tak jua berkabar…
Dak, 03.13
sedasyat apa luka
hingga kau menyendiri begitu lama
sedamai apa sepi
hingga kesendirian begitu kau nikmati
tanyaku membentur dinding angin..
menghujan berpetir harap
kau dengar dan baca tulusku
..kapan kau kembali
lupakan yang terampas ampuni nyeri hati
melupa kecewa membantai habis dendam
..kapan kau kembali
menguntai kata teriakkan pada dunia
bayangan nyata yang mempuisi di jiwa
tentang cerita juga impian kita
ya, kutulis ini
untukmu yang tak jua berkabar…
Dak, 03.13
Rabu, 11 Januari 2012
Puisi : Ibu
IBU
Created By : Fadilah Madjid ^^
Hingga aku terpuruk dan tak mampu
Bertahan, kau Hadir di sana....
Membasuh
air mata
Yang meronta keluar
Dari pelupuk mataku
Dengan kehangatan dan kelembutan
sentuhan tanganmu
Ibu....
Cinta kasihmu sejumlah bilangan kedipan mataku
Sejumlah bilangan setiap nafasku
Sejumlah kata yang pernah terucap dari mulutku
Sejumlah langkah kaki dalam hidupku
Dan sejumlah bilangan pasir yang tak terhitung yang ada di dunia...
Kebimbanganku mengundang tanya..
Adakah cukup jaminan yang telah
Kujanjikan padamu hingga kau rela
Menggadaikan separuh jiwamu untuk
melahirkanku...?
Adakah aku cukup berguna bagimu
Hingga terkadang ,
Aku menggores hatimu dan
Kau masih saja tetap bertahan
Bertahan bahwa aku masih tetap anakmu...
Dan..
Ketika aku telah sampai di
penghujung jalanku
Dan menoleh karena kegoyahanku,
Kau masih tetap ada di sana,
memberiku nasihat :
Anakku , apabila kamu goyah,maka jangan pernah
menatap ke belakang . karena kau hanya akan
tertinggal oleh mereka yang
merangkak ke depan
dan jadikanlah masa lalumu
sebagai guru untuk menata dan
membangun masa depanmu...
dan ketika aku mulai bangkit dan kembali ke depan
kau juga masih tetap ada di sana..
memberikan dukungan agar aku terus bertahan
hingga titik pencapaian maksimalku ...
Ibu..
Tak ada sepatah katapun yang
mampu melukiskan
Ketulusan dan kasih sayang yang
kau berikan..
Ketidakberdayaanmu,
Sandaranmu kepada Tuhan YME..
Note : Didedikasikan untuk semua Ibu di Dunia
Langganan:
Postingan (Atom)